Menjelang pertengahan 1946 setahun setelah 17 Agustus 1945, pemerintah RI pimpinan Sukarno Hatta terpaksa hijrah ke Yogyakarta akibat situasi keamanan yang tak menentu. Jakarta dan sekitarnya dikuasai tentara sekutu yg dipimpin Inggris, serta sebagian tentara Belanda dan Australia yg dipimpin komando Asia Tenggara pimpinan Lord Mountbatten. Sebagian pulau Jawa mulai diduduki tentaraSekutu (InggrisAmerika Australia) setelah balatentara Jepang berangsur ditarik mundur selepas Jepang menyerah kepada Amerika pimpinan Jend Macarthur tgl 15 Agustus di Teluk Tokyo.

Bekitar 3 tahun setelah 17 Agustus 1945, pemerintah Sukarno-Hatta menghadapi tantangan a.l. Perundingan RI-Belanda diatas kapal perang AS “US Renville” 1947-48, pemberontakan Partai Komunis Indonesia 18 September. Pemerintah Belanda bersiap-siap merebut RI yg berkedudukan di Yogyakarta.
Melihat gelagat Belanda itu, Sukarno Hatta menyiapkan sebuah pemerintah darurat RI apabila ibukota di Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda

Tanggal 19 Desember 1948 atas mandat Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohamad Hatta kepada Menteri Kemakmuran Sjafrudin Prawiranegara yang tengah bertugas di Sumatra Barat telah terjadi pemberian wewenang politik untuk mendirikan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI ) .
Mandat Sukarno-Hatta dikirim radiogram/kawat pada tgl 18 Desember 1948 petang, beberapa jam sebelum pasukan payung Belanda menduduki lapangan terbang Maguwo dan menguasai kota Yogyakarta pagi hari 19 Desember.

pahlawan

Karena kawat dari Yogyakarta terhambat faktor teknis, mandat Sukarno-Hatta baru diterima da dibahas dalam oleh persidangan awal PDRI di Bukittinggi tgl 23 Desember 1948 pimpinan Sjafruddin Prawiranegara dan Sutan Moh Rasjid. Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad dan sejumlah tokoh sipil ditawan militer Belanda untuk diasingkan ke pulau Bangka. Di pulau Jawa, Pemerintah Darurat Republik Indonesia mendapat dukungan Panglima Besar Letnan Jendral Sudirman, kepala tentara territorium Jawa kolonel Abdul Harris Nasution dan kepala tentara territorium Sumatra kol Hidayat Martaatmadja.

Beberapa anggota masyarakat di sekitar Bukittinggi,Yogya dan Jawa Timur ikut berunjuk rasa mendukung PDRI. Perwakilan RI di New Delhi, Kairo dan Markas PBB di Lake Success, New York, giat menyebarkan berita dan bahwa fakta bahwa Republik Indonesia masih hidup secara defacto. Diplomasi dan perlawanan bersenjata dilaksanakan seperti segera setelah Proklamaisi 17 Aguustus 1945. Geriya revolusi memompa semangat juang pemuda pelajar, mahasiswa, pegawai negeri di Yogya, Jawa Timur dan siswa/mahasiswa di Malang, Surabaya dan Jawa Tengah.

Mereka semua, pemimpin politik dan militer,adalah perintis gagasan Bela Negara sesuai dengan paham “pertahanan rakyat semesta ” yang dianut oleh seluruh bangsa sejak Proklamari. Paham kejuangan ini berlanjut yang pada tahun 1948-1950 dikalangan pemuda, pelajar, mahasiswa, pemuka agama/ tokoh adat. Tentara Pelajar di Jakarta, Yogyakarta, Bandung dan Surabaya mengangkat senjata sambil menuntut ilmu.

Gerilya revolusi menjadi semangat juang dikalangan pemuda. Adnan Kapau Gani, Ferdinand Lumbang Tobing, letkol Askari letkol Kawilarang, I. J. Kasimo, K H Masjkur, Teuku Muh Hassan ádalah sebagian tokoh didalam negeri. Diluar negeri dr Sudarsono di New Delhi, H.M Rasjidi di Kairo dan di L.N. Palar di New York melaksanakan diplomasi perjuangan sebagai bagian dari membela Republik Indonesia. PDRI adalah lambang semangat juangn dalam keadaan darurat. PDRI tidak bertahan lama, hanya 207 hari sampai Juli 1949, saat mandat PDRI diserahkan kembali ke Republik Indonesia pimpinan Mon Hatta yg ketika itu memimpin sebagai perdana menteri merangkap Wakil Presiden.

Bela Negara dalam era globalisasi ini sekarang ini ditentukan oleh generasi kelahiran 1978 keatas yang bekiprah di segala bidang pertarungan global pada kurun waktu 2015-2045, menjelang 100 tahun Repubik Indonesia. Dalam sarasehan tentang ” Peran PDRI dalam perjuangan Republik Indonesia” di Bukittinggi tahun 2007 Menko Polhukam Widodo AS menegaskan “Semua pelaku sejarah PDRI di dalam dan luar negeri , sipil dan militer, telah melaksanakan tugas dengan berani, baik dan benar.” Pada tahun 2008 Dewan Tanda Gelar dan Tanda Jasa megangkat Sjafruddin Prawiranegara dan Mohmad Natsir, tokoh PDRI sebagai Pahlawan Nasional.

Bela Negara kini di disebarluaskan oleh Kementerian Pertahanan dengan dukungan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pendidikan Dasar Menengah, Kementerian Pendidikan Tinggi dan Riset, Kementerian Pemuda Olahraga dan Kementerian Pemberdayaan Apparatur Negara dan Refomasi Birokrasi.
Mereka bertekad bertekad untuk:Bela Tanah Air, bela Budaya dan Adat, bela Sains dan Teknologi, bela Lingkungan Hidup dan Kekayaan Hayati, bela kemahiran Indonesia dalam Finansial Global, bela dalam menjalankan Perang Otak dan Perang Maya. Dan yang paling penting untuk kelangsungan bangsa da negara: seluruh pemuda Angkatan 1998, Angkatan 2008, bertekad untuk membela Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.